Menguak Tabu seputar Gangguan Mental Keras di Indonesia
Gangguan mental keras sering kali menjadi sebuah topik yang tabu untuk dibicarakan di masyarakat Indonesia. Padahal, mengetahui lebih dalam tentang gangguan mental ini sangat penting agar kita bisa memberikan dukungan yang tepat kepada mereka yang mengalami masalah tersebut.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Indonesia, gangguan mental seperti skizofrenia, bipolar, dan depresi semakin meningkat di Indonesia. Namun sayangnya, masih banyak stigma dan diskriminasi yang dialami oleh penderita gangguan mental ini.
Dr. Nova Riyanti Yusuf, seorang psikiater dari RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang, mengatakan bahwa penting bagi masyarakat untuk mengubah pola pikir mereka terkait gangguan mental. “Kita harus lebih terbuka dan empati terhadap penderita gangguan mental. Mereka bukanlah orang yang gila atau lemah, melainkan mereka membutuhkan dukungan dan pengertian dari lingkungan sekitar,” ujar Dr. Nova.
Namun, masih banyak mitos dan informasi yang salah terkait gangguan mental keras di Indonesia. Banyak yang percaya bahwa gangguan mental hanya terjadi karena faktor keturunan atau traumatis, padahal faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat mempengaruhi kondisi mental seseorang.
Menurut Prof. Tjhin Wiguna, seorang pakar psikiatri dari Universitas Indonesia, mengetahui lebih dalam tentang gangguan mental adalah langkah pertama untuk memberikan solusi yang tepat. “Kita harus menghilangkan stigma dan tabu terkait gangguan mental ini. Dengan edukasi yang tepat, kita bisa memberikan dukungan yang lebih baik kepada penderita gangguan mental,” ujar Prof. Tjhin.
Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mulai membuka diri dan berbicara lebih banyak tentang gangguan mental keras di Indonesia. Dengan begitu, kita bisa menjadi lebih peka dan peduli terhadap mereka yang membutuhkan dukungan dalam mengatasi masalah mental mereka. Jangan biarkan stigma dan tabu menghalangi kita untuk memberikan bantuan yang mereka butuhkan. Semoga dengan adanya pemahaman yang lebih baik, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi penderita gangguan mental di Indonesia.